Malamnya di Bukit Moko yang hanya dengan sedikit penerangan cahaya agar terlihat betapa indahnya kota Bandung yang membuat mata manja dengan jutaan cahaya – cahaya lampu. Hembusan angin yang membuatku kedinginan. Gigi – gigi yang ikut menari kedinginan. Tangannya yang begitu hangat menggosok – gosokan ke tanganku yang kedinginan ini.Masih terbayang wajahnya dengan badan tinggi berisi nya. Punggung datarnya yang membuat aku ingin memeluknya. Mata yang begitu tajam. Hidung mancungnya. Bibir manisnya yang pernah memberikan senyuman terbaiknya dan pipi cubbynya yang memberikan sentuhan terakhir pada wajahnya. Candaan yang kita buat serta wajah marahnya. Semuanya masih menari - nari dikepalaku. Dan begitu berat untukku menghapus semuanya.Aku berkaca pada cermin yang memantulkan wajahku yang begitu lesu seharian menangis. Aku duduk didepan kelas disamping teman – teman yang begitu menghawatirkanku. Mereka yang, melihat wajahku yang sedang patah hati, tak semangat, kosong, dan tak bercahaya seperti biasanya. Sakit. Patah hati. Gondok. Itu yang aku rasakan sekarang.Aku bersyukur masih mempunyai sahabat yang begitu peduli, tau watakku yang begitu keras. Begitu butanya aku, sehingga aku nethink terhadap mereka. Tapi, dengan kepedulian sahabat-sahabatku itu mereka berkorban mencari tau lebih banyak tentang lelaki itu dengan meninggalkanku sendiri dikamar dan berbohong untuk pergi malam - malam dengan hanya menggunakan pakaian tidur dan sandal jepit.
Mungkn sekarang Aku hanya ingin berpesan, jangan pernah menyesal karena kamu sudah memperlakukan aku seperti ini. Aku sudah begitu sabar. Saat kamu menyia – nyiakan aku, kamu akan tau, betapa selama ini kamu melakukan kebodohan terbesar. Aku doakan semoga kamu cepat sadar dan sangat menyesal melihat aku kelak berdampingan dengan pria yang lebih baik darimu. Akan ku jadikan semua ini pembelajaran kedepan nya.
Don’t cry because it’s over. Smile because it happened.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus